Selamat Datang di Website Departemen Agribisnis - IPB University

Agribisnis

Departemen Agribisnis IPB Gelar Webinar Bahas Bio-Technology untuk Pencapaian Keberlanjutan Agribisnis Sawit

Sejak tahun 1980-an hingga saat ini, kelapa sawit masih menjadi komoditas unggulan yang berperan dalam perekonomian nasional dan kesejahteraan masyarakat. Bahkan selama pandemi Covid-19, jumlah sumbangan devisa ekspor dari industri minyak sawit pada APBN mencapai US$10 miliar sepanjang tahun 2020 dari Januari hingga Juni. Angka tersebut merupakan sumbangan sawit yang berasal dari lahan rakyat (42%), belum dihitung dari angka yang disumbangkan oleh perusahaan (53.6%) dan pemerintah (4.4%). Namun, tantangan seperti rendahnya produktifitas, rendemen TBS dan keterampilan petani serta kualitas benih yang tidak baik harus dihadapi industri sawit khususnya oleh usaha sawit rakyat.

Kondisi tersebut telah mendorong Departemen Agribisnis IPB untuk menggelar Web-Seminar untuk mengupas “Bio-Tech For Sustainable Agribusiness : Case of Palm Oil”. Web-Seminar yang berlangsung pada Sabtu (03/10/20) tersebut mengundang Muhammad Arief Budiman, Ph.D, ilmuwan senior di Orion Genomics, perusahaan bio teknologi di St. Louis, Missouri, USA dengan dimoderatori oleh Dr Amzul Rifin, Dosen Pengajar di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB University. Webinar yang dilaksanakan melalui aplikasi zoom meeting ini diikuti antusias oleh para mahasiswa, akademisi dari berbagai universitas/daerah maupun instansi dari pemerintah. Setidaknya ada dua masalah utama untuk mewujudkan kebun sawit yang berkelanjutan (sustainable agriculture) di Indonesia yaitu rendahnya penerapan Good Agricultural Practices (GAP) yang mudah dikenali dari defisiensi hara pada tanaman dan tingginya pemakaian benih palsu dan ilegitim.

Sebagai pendahuluan, Arif menyampaikan bahwa berdasarkan jenis ketebalan cangkang buahnya, ada tiga tipe kelapa sawit yaitu dura, pisifera, dan tenera dengan kandungan minyak yang berbeda, tergantung pada ada atau tidak adanya gen penyandi ketebalan cangkang (Shell gene, Sh).

WhatsApp Image 2020-10-03 at 11.28.57 WhatsApp Image 2020-10-03 at 11.29.00 WhatsApp Image 2020-10-03 at 09.29.08 2

“Tipe kelapa sawit dura memiliki cangkang tebal dan memiliki kandungan CPO 70%. Tipe pisifera, tidak memiliki cangkang, biasanya memiliki bunga betina steril dan tandannya cepat membusuk sebelum memproduksi minyak dengan kandungan CPO 0%. Sementara itu, persilangan antara tipe dura dan pisifera menghasilkan kelapa sawit tipe tenera yang merupakan turunan hibrida dengan cangkang berukuran tipis dengan kandungan CPO mencapai 100%”. “Penggunaan tipe sawit Dura mendominasi perkebunan sawit rakyat di Riau dengan jumlah 231 pertani dan luas perkebunan >50 %”. Jelas Arif.

Langkah identifikasi tipe kelapa sawit yang biasa dilakukan adalah dengan cara konvensional yaitu membelah buah kelapa sawit secara melintang. Namun, pengujian ini baru dapat dilakukan setelah tanaman mulai berproduksi dan menghasilkan tandan buah (3-4 tahun). Identifikasi dengan cara konvensional ini tentu tidak dapat dilakukan pada tanaman yang belum menghasilkan (TBM 1/TBM 2), apalagi tanaman yang masih pada fase pembibitan. Padahal, kepastian jenis bahan tanam (dura, pisifera, atau tenara) yang ditanam petani pekebun sangat menentukan produktivitas kelapa sawit di perkebunan kelapa sawit.

Di sisi pembiayaan yang dikeluarkan, biaya benih menjadi komponen biaya terkecil dari jumlah total kebutuhan yaitu 0.2-1.3% (Rp 7.500,-). Sementara biaya terbesar yang dikeluarkan adalah biaya pemupukan sebesar 44%, pemanenan 27% dan perawatan 18%.

“Komponen benih menjadi perlu diperhatikan dengan memastikan kualitas di awal sebelum menghabiskan biaya 99.8% berikutnya”. Tambah Arif.

moderator WhatsApp Image 2020-10-03 at 11.29.01 WhatsApp Image 2020-10-03 at 11.28.59

Genomik merupakan bidang yang jauh lebih baru daripada genetika, berkembang cepat dalam 3 dekade terakhir karena kemajuan teknis dalam mensekuens DNA, biologi molekuler dan biologi komputasi. Genomik itu dapat membantu proses persilangan benih dan menemukan gen dari benih unggul dengan lebih cepat dan mudah.

“Teknologi genomik dapat membantu menemukan “gen shell” yang memiliki peranan mengatur ketebalan tempurung buah sawit yang berhubungan dengan ukuran buah dan produksi minyak yang dihasilkan. Dengan memanfaatkan “gen shell” ini, produsen bisa memakai penanda (marker) genetik untuk mana bibit yang akan berbuah dura, pisifera, dan tenera. Sehingga dura atau pisifera dapat diidentifikasi dalam waktu yang relatif singkat dan biaya terjangkau.” Paparnya.

Pemanfaatan teknologi ini dapat digunakan untuk sertifikasi kecambah guna mengukur kemurnian biji sawit tenera. Berdasarkan SNI kemurnian benih dari produsen benih harus mencapai 98 %, atau kontaminasi dura tidak boleh lebih dari 2 %. Selain itu, teknologi ini dapat digunakan pada pengawasan bibit di fase bibit (nursery), sehingga petani mendapatkan bibit siap tanam yang berkualitas dari penangkar. Selain itu, teknologi ini bermanfaat untuk mengoptimalkan lahan yang ada dengan benih yang berkualitas.

Apabila terjadi kontaminasi bibit non tenera, maka nilai ekonomi yang dihasilkan oleh CPO akan mengalami kehilangan yang cukup besar. “Jika menggunakan asumsi kontaminasi non tenera dari negara Malaysia untuk bibit sawit mereka yaitu sebesar 11 % dimana kontaminasi dura 8.1 % dan pisifera 2.9%, maka kerugian per tahun dapat mencapai 9.38 Triliun. Sementara jika kontaminasi non tenera mencapai 50 % yaitu kontaminasi dura 50 %, maka kerugian yang dapat dihasilkan mencapai 26.9 Triliun.” Jelasnya.

Secara umum, teknologi uji DNA ini dapat membantu petani mendapatkan bibit sawit yang baik dan benar dengan biaya yang terjangkau. Selain itu teknologi tersebut juga mendukung program Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dan membangun agribisnis yang berkelanjutan.

“Benih bukanlah segalanya, tetapi semuanya berawal dari benih.” Jelas Arif Budiman di akhir webinar.

Senin, 5 Oktober 2020
Penulis: Departemen Agribisnis FEM IPB